Jumat , November 22 2024

Penjelasan BPOM RI Tentang Isu Obat Sirup yang Berisiko Mengandung Cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)

PENJELASAN BADAN POM RI

TENTANG

ISU OBAT SIRUP YANG BERISIKO MENGANDUNG CEMARAN

ETILEN GLIKOL (EG) DAN DIETILEN GLIKOL (DEG)

Sehubungan dengan pemberitaan di media yang semakin berkembang terkait isu obat sirup untuk anak yang berisiko mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), BPOM menginformasikan hal-hal sebagai berikut:

    1. BPOM sebelumnya telah menyampaikan penjelasan mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi DEG dan EG di Gambia, Afrika, pada Rabu, 12 Oktober 2022 yang dapat diakses melalui tautan :
      https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/155/Penjelasan-BPOM-RI-Tentang-Sirup-Obat-Untuk-Anak-Di-Gambia–Afrika-Yang-Terkontaminasi-Dietilen-Glikol-Dan-Etilen-Glikol.html

      dan Sabtu, 15 Oktober 2022 melalui tautan :
      https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/156/Penjelasan-BPOM-RI-Tentang–Sirup-Obat-Untuk-Anak-Di-Gambia–Afrika–Yang-Terkontaminasi-Dietilen-Glikol-Dan-Etilen-Glikol.html
    2. BPOM kembali menegaskan bahwa obat sirup untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India. Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM.
    3. BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan, BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
    4. Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
    5. BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya. BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia.
    6. BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi. Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar.
    7. Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
    8. BPOM mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dan selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
      1. Menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai;
      2. Membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan;
      3. Menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama;
      4. Melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 (tiga) hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi);
      5. Melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan;
      6. Melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.

BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.

Check Also

PENJELASAN BPOM RI NOMOR HM.01.1.2.02.23.08 TANGGAL 9 FEBRUARI 2023 TENTANG LANGKAH ANTISIPATIF BPOM TERHADAP KASUS GANGGUAN GINJAL AKUT PROGRESIF ATIPIKAL PADA ANAK

PENJELASAN BADAN POM RI NOMOR HM.01.1.2.02.23.08 TANGGAL 9 FEBRUARI 2023 TENTANG LANGKAH ANTISIPATIF BPOM TERHADAP …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kunjungi Subsite e-meso e-meso.pom.go.id